Minggu, 25 Desember 2011

Andai Saya, Kamu, Dia, Kita, Mereka, dan Kalian Menjadi Anggota DPD RI

MELIHAT peristiwa yang terjadi di negeri ini belakang ini agak membuat merinding. Bagaimana tidak, berbagai aksi kekejaman banyak terjadi secara sporadis di berbagai daerah, mulai dari kasus kerusuhan antar warga di Jakarta, konflik di Palu, berbagai aksi bom bunuh diri, aksi pembakaran diri, mutilasi, pemerkosaan, bahkan sampai pembantaian dan pembunuhan di Mesuji Lampung cukup membuktikan bahwa negeri ini tengah mengalami krisis di berbagai sektor.
            Konflik yang terjadi antara masyarakat dengan masyarakat lain, atau antara masyarakat dengan pemerintah dan atau pemiliki saham usaha semestinya tidak harus terjadi jika terdapat ruang komunikasi, dialog, dan juga aspirasi. Tapi yang terjadi justru masyarakat semakin hari semakin benci terhadap pemerintah karena kegagalannya dalam merealisasikan suara-suara yang diaspirasikan rakyat dan juga pemerintah semakin ‘beringas’ menghadapi rakyat yang semakin hari semakin ‘tak bisa dikendalikan’. Satu sisi pemerintah menganggap rakyat dalam beberapa hal menjadi ancaman, begitu juga pandangan rakyat terhadap pemerintah.

            Salah satu penyebab berbagai konflik yang terjadi di berbagai daerah adalah tidak tersalurkannya aspirasi rakyat dalam langkah yang konkret. Banyak suara-suara keluhan rakyat yang menguap begitu saja, dan juga rakyat merasa otonomi daerah yang belakang dipraktikkan di Indonesia justru tidak merubah apapun kecuali menambah potensi angka korupsi di daerah. Sehingga banyak kewajiban negara yang seharusnya ditunaikan kepada rakyat justru terbengkalai akibat berbagai hal termasuk korupsi.
            Saya jadi teringat satu tahun yang lalu — September dua ribu sepuluh — ketika itu saya dan beberapa kawan begerombol, berkumpul membicarakan berbagai hal. Dengan banyaknya kepala maka banyak juga yang kami bicarakan, mulai dari hal-hal sepele, masalah kampus, dampai masalah negeri ini. Salah satu kawan saya yang berasal dari Demak Jawa Tengah dengan logat Njowo banget pun bergumam pada saya dan yang lain, “eh ngko kowe meh ndadi opo? nek ndadi anggota DPD opo sing meh kowe lakoni cah?”, dalam tafsiran bebasku yang tidak begitu paham bahasa Jawa mungkin saja ia bertanya nanti kita mau jadi apa? Kalau nanti jadi anggota DPD apa yang mau kita kerjakan nanti? Hutabarat — seorang Batak Tarutung — menjawab dengan sangat antusias dan penuh keyakinan. “Saudara-saudara, bapak-ibu, kakek-nenek, Mas-Mbak, Abang sekalian, kalau saya menjadi anggota DPD nanti saya akan membuat rumah saya menjadi rumah aspirasi rakyat, jadi kalian boleh datang ke rumah menyampaikan keluhan, hahaha”, ucap Hutabarat bergemuruh. Ada tertawaan, dukungan, atau bahkan ejekan. Yah, itu hanya pengandaian. Dan kami pun mulai berandai-andai sejak itu, karena kami percaya sesuatu yang besar di awali dari mimpi yang kuat. Kemudian Cahyo — seorang Jawa Tulen — berkata, “wah kalau aku mah nanti memperhatikan para PKL, kalian lihat kan bagaimana PKL sedikit banyak menopang ekonomi daerah, jadi kita dipilih oleh rakyat harus pro rakyat toh?” Aku menganggung meberikan tanda dukungan, begitupun yang lain.
            Kemudian, Fachrudin — seorang anak Rohis — juga menimpalinya dengan ceramahan yang bagiku dan kawan-kawan lainnya sangat logis dan inspiratif. “Jadi, kalau nanti kita menjadi pejabat, anggota DPD paling tidak, maka kita wajib memperhatikan rakyat kecil. Coba lihat bagaimana Khalifah Umar memperhatikan rakyatnya sampai-sampai Khalifah rela membawa sekarung gandum untuk rakyatnya. Jadi jadi pemimpin yang dekat dengan rakyat, maka dengan sendirinya kita akan selalu dinantikan kehadirannya, dicari ketidakberadaannya, dan didengarkan petuahnya”, ujarnya. “Iya tuh betul kata pak ustadz, hayo didengerin!”, timpal Cut, seorang wanita dari Aceh. Bahkan Samuel — anak Papua yang tangguh — menegaskan, “benar apa yang dibilang sama Fahrudin tuh, dan juga kita harus peka terhadap kondisi sekitar, apa masalah rakyat, mereka sedang butuh apa, dan bagaimana solusinya. Bukan cuma koar-koar janji saja.”
            Dari hari itu, ada benang merah yang bisa diambil, bahwa semuanya akan menjadi baik dan sejahtera ketika kebutuhan rakyat terpenuhi, permasalahan rakyat terpecahkan, dan adanya ruang komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah. Maka andai saya, kamu, dia, kita, mereka, dan kalian menjadi Anggota DPD adalah sebuah mimpi yang akan merubah Indonesia menjadi lebih baik. Sebagaimana mimpi-mimpi yang selalu diumbar oleh Irman Gusman dalam mengupayakan Indonesia lebih baik dan sejahtera melalui DPD RI. []



 Written by: Ridwan Arifin (ridwanarifin89@ymail.com)




2 komentar:

Ya, anggota DPD seharusnya memtingkan rakyat kecil, karena dia lebih dekat dengan kondisi realita rakyat di daerah ^^;

seharusnya DPD bisa lebih mengerti dan memahami rakyat, ayo jadi anggota DPD, yang merakyat yah!!!

Posting Komentar