Membuka Kotak Pandora Pendidikan di Indonesia

Pendidikan bukanlah persiapan untuk menghadapai kehidupan, pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Education is not preparation for life; education is life itself – John Dewey.

Kebangkitan Muslim

Islam bukan hanya sebagai sebuah agama yang lekat dan sarat akan aktivitas ritual keagamaannya, tapi lebih dari itu, Islam adalah konsep hidup bukan hanya bagi umat Islam itu sendiri tapi bagi seluruh umat manusia. Sebagaimana Islam datang dan diperuntukkan sebagai rahmatan lil alamin, anugerah bagi seluruh alam yang meliputi seluruh umat dan kehidupan.

LEARNED FROM SUPER SIC

Konteks Indonesia, keberanian Simonceli memberikan sebuah pencerahan betapa keberanian pada akhirnya membutuhkan pengorbanan, bukan untuk kesuksesan tapi untuk dedikasi.

RAKYAT MENGGUGAT

Generasi muda sepanjang sejarah menempatkan diri sebagai kelompok yang memiliki peran strategis dalam perubahan, baik secara moral, sosial, politik, maupun kultur.

PAHLAWAN PADAMU KAMI MENGADU

Pahlawan adalah mereka yang telah berjasa bagi bangsa dan negara Indonesia. Pahlawan adalah mereka yang berjuang dengan sepenuh hati, jiwa dan raganya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia, membebaskan rakyat dari ketidakberdayaan, melepaskan rakyat dari penjajahan, dan menyadarkan rakyat akan identitas bangsanya.

Minggu, 25 Desember 2011

Andai Saya, Kamu, Dia, Kita, Mereka, dan Kalian Menjadi Anggota DPD RI

MELIHAT peristiwa yang terjadi di negeri ini belakang ini agak membuat merinding. Bagaimana tidak, berbagai aksi kekejaman banyak terjadi secara sporadis di berbagai daerah, mulai dari kasus kerusuhan antar warga di Jakarta, konflik di Palu, berbagai aksi bom bunuh diri, aksi pembakaran diri, mutilasi, pemerkosaan, bahkan sampai pembantaian dan pembunuhan di Mesuji Lampung cukup membuktikan bahwa negeri ini tengah mengalami krisis di berbagai sektor.
            Konflik yang terjadi antara masyarakat dengan masyarakat lain, atau antara masyarakat dengan pemerintah dan atau pemiliki saham usaha semestinya tidak harus terjadi jika terdapat ruang komunikasi, dialog, dan juga aspirasi. Tapi yang terjadi justru masyarakat semakin hari semakin benci terhadap pemerintah karena kegagalannya dalam merealisasikan suara-suara yang diaspirasikan rakyat dan juga pemerintah semakin ‘beringas’ menghadapi rakyat yang semakin hari semakin ‘tak bisa dikendalikan’. Satu sisi pemerintah menganggap rakyat dalam beberapa hal menjadi ancaman, begitu juga pandangan rakyat terhadap pemerintah.

Anggota Dewan yang Negarawan Bukan Partisan

KATA Jhon F. Kennedy beberapa tahun silam bahwa my loyalty to my party ends when my loyalty to my country comes—loyalitas saya pada partai saya berakhir saat loyalitas saya terhadap negara datang. Paling tidak ungkapan ini menyiratkan sebuah loyalitas pengabdian pada masyarakat yang lebih luas. Agaknya benar memang apa yang diungkapkan oleh Mantan Presiden Amerika tersebut. Saat panggilan atas nama rakyat, panggilan sebagai wakil Tuhan, maka simbol-simbol golongan, partai ataupun kelompok sudah seharusnya hilang dan digantikan dengan simbol rakyat.

Minggu, 13 November 2011

Nasionalisasi Pahlawan Indonesia


Pahlawan adalah mereka yang telah berjasa bagi bangsa dan negara Indonesia. Pahlawan adalah mereka yang berjuang dengan sepenuh hati, jiwa dan raganya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia, membebaskan rakyat dari ketidakberdayaan, melepaskan rakyat dari penjajahan, dan menyadarkan rakyat akan identitas bangsanya. Maka jika pemaknaan pahlawan yang demikian, kita dapat mengatakan bahwa Presiden adalah pahlawan, Polisi adalah pahlawan, Guru adalah pahlawan, Menteri adalah Pahlawan, Aktivis adalah pahlawan, sebab mereka adalah orang-orang yang berjuang sepenuh jiwa raga untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, mencerdaskan dan membebaskan rakyat dari berbagai upaya pembodohan dan kita menyebutnya pahlawan dalam makna yang sempit.
Hal ini akan menjadi sangat ironis saat kita mendengar berita bahwa rakyat justru merasa terancam dengen keberadaan aparat negara. Atau ketika kita melihat aksi demonstrasi besar-besaran tiap kali Presiden dan atau Wapres kita mengunjungi daerah-daerah tertentu. Berbeda jauh beberapa tahun lalu saat pahlawan Indonesia ditunggu kehadirannya, disambut kedatangannya, dan dihargai dengan penghargaan yang besar. Pahlawan yang dibicarakan kali ini adalah pahlawan dalam arti sempit, bukan mereka (pahlawan) yang namanya tersemat gelar kepahlawanan nasional. Dengan membandingkan pahlawan dalam artian yang sebenarnya, seharusnya pahlawan kita saat ini memiliki beberapa karakter kepahlawanan salah satunya adalah berjuang untuk rakyat. Hal tersebut berimplikasi pada dunia visi dan dunia aksi seorang pahlawan harus berada dalam kerangka prorakyat. Apapun yang dipikirkan dan apa-apa saja yang diusahakan harus bertujuan untuk memajukan dan mensejahterakan rakyat.
Jika kemudian pahlawan kita dulu sedikit sekali memikirkan pribadinya atau bahkan keluarganya, sehingga begitu dicintai oleh rakyat dan bahkan tanpa pengakuan sekalipun mereka disebut-sebut sebagai pahlawan. Tapi sayang bukan kepalang, melihat kondisi fakta di lapangan bahwa pahlawan kita saat ini justru jauh dari paradigma prorakyat. Kebutuhan akan ekonomi dan tendensi politik praktik golongan tertentu mendorong pahlawan-pahlwan kita ‘menjual’ rakyat untuk memenuhi kebutuhan mereka bahkan ke pihak asing. Independensi pahlawan kita sekarang masih dipengaruhi oleh ‘sogokan’ politik, ekonomi, bahkan pertahanan sehingga tak heran banyak kebijakan-kebijakan yang diambil justru tidak prorakyat. Kita bisa menerka seberapa jauh pengaruh asing terhadap ekonomi kita, atau seberapa besar ‘titipan dan paksaan’ pihak asing terhadap kurikulum pendidikan anak bangsa.
Tuntutan untuk menasionalisasi industry yang ada di Indonesia selalu menjadi rumor yang diangkat, tapi justru sekarang kita harus mengusulkan upaya untuk menasionalisasi pahlawan Indonesia itu sendiri. Dengan berbagai sebab, nasionalisasi pahlawan Indonesia menjadi penting sebab pahlawan kita justru bukan lagi menjadi pejuang rakyat sendiri tapi menjadi pejuang untuk ekonomi kapitalis, dan pejuang kepentingan para koorporat asing. Perselisihan antara rakyat dengan PT Freeport di Papua yang juga melibatkan Polri yang seharusnya menjaga dan mengayomi rakyat justru menjadi ‘anjing penjaga’ koorporat yang jelas-jelas ‘menjajah’ rakyat adalah bukti nyata bahwa pahlawan kita perlu dinasionalisasi. Agar kemudian, pahlawan kita menjadi pahlawan milik rakyat, miliki Indonesia, bukan milik pihak pemegang modal, uang, atau kekuasaan.

ridwanarifin80@ymail.
Refleksi Hari Pahlawan Nasional
10 November 2011

New 7 Wonders Foundation: Pragmatisme Idol Dunia


Di tengah hingar bingarnya dukungan terhadap Pulau Komodo Indonesia sebagai tujuh keajaibana dunia yang baru justru mencuat kecurigaan terhadap lembaga yang melakukan pemilihan ini. Siapa lagi kalau bukan New 7 Wonders Foundation. Beberapa pihak termasuk Duta Besar Indonesia untuk Swiss meragukan netralitas dan kredibelitas lembaga tersebut sehingga Indonesia berkemungkinan kecil untuk lolos. Ada juga beberapa pihak yang menyayangkan Indonesia mengikuti pemilihan ini, tapi nasi sudah menjadi bubur, Indonesia sudah terlanjur mendaftarkan diri.
Maka kemudian, sah-sah saja banyak pihak yang meragukan kredibilitas lembaga penyelenggara tersebut lantaran New 7 Wonders Foundation bukan lembaga resmi dunia yang berhak menentukan mana-mana saja yang masuk ke dalam tujuh keajaiban dunia yang baru seperti UNESCO. Kita bisa menelusuri sebenarnya siapakah penggagas New 7 Wonders Foundation dan untuk motif apakah lembaga tersebut didirikan. Sebab kejanggalan-kejanggalan atas pemilihan tujuh keajaiban dunia yang baru bukan hanya kali ini terjadi. Sebelumnya pada tahun 2007 dirilis tujuh keajaiban dunia yang baru yang justru banyak bangunan-bangunan modern yang terpilih ketimbang bangunan-bangunan kuno yang menyejarah dan memiliki nilai budaya dan arsitektur yang tinggi.
‘Biang kerok’ dari semua ini adalah Bernand Weber, seorang jutawan, petualang, pilot, kurator museum yang mempunyai keahlian dalam bidang hukum sekaligus pernah menjadi sutradara–di antaranya Hotel Locarno  tahun 1978–dia lah yang disebut-sebut bertanggungjawab atas semua kontroversi ini. Sebagaimana diungkapkan Ruslan dan Nurhayati (2007) bahwa Weber mulai mengkampanyekan idenya dengan mendirikan dua yayasan, New Open World dan New 7 Wonders. Tidak cukup mendanai segala kegiatannya, Weber juga menggandeng sponsor dan menggelar acara pencarian dana. Salah satunya dengan mengorganisasi paket wisata ke tempat-tempat yang dinominasikan, membuat acara di sana, termasuk menerbangkan ratusan balon udara. Tidak hanya itu, bahkan Weber juga menggandengn stasiun televise dan mengajak tokoh-tokoh dunia untuk menjadi juru promosi, salah satunya Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad yang pernah diajaknya untuk berkampanye.
Bahkan sejak tahun 2001, Weber dengan timnya yang beranggotakan sejumlah arsitek kelas dunia dan mantan pemimpin UNESCO, Prof. Frederico Mayor Zaragoza, segera mengumpulkan data bangunan-bangunan kuno dan modern untuk dinominasikan menjadi tujuh keajabiban dunia yang baru dan hasilnya terpilihlah 77 kandidat unggulan. Kemudian panel juri yang terdiri dari orang-orang internal New 7 Wonders Foundation menetapkan 21 kandidat yang kemudian dilemparkan ke ‘pasar’, kepada masyarakat dunia untuk memilihnya. Dan naasnya, pada pemilihan tahun 2007, Piramida Giza di Mesir yang sudah eksis dari 2000 tahun lalu yang memiliki sejarah yang panjang tidak terpilih dan digeser dengan Patung Kristus Sang Penebus (Christ Redeemer) dari Brasil yang jelas-jelas bangunan baru yang didirikan manusia.
Maka kemudian sangat jelas bahwa pemilihan tujuh keajaiaban dunia baru hanyalah menggunakan cara-cara “idol” dengan menggandalkan polling, maka mana yang terkenal dan banyak dikunjungi orang akan di di-SMS, bukan penilaian dari segi sejarah atau arsitekturnya dan kontribusinya untuk peradaban umat manusia. Dan ternyata, UNESCO yang memiliki wewenang atas penyelamatan dan penentuan aset budaya dunia, dalam hal ini juga tidak mendukung acara tersebut. “Daftar tujuh keajaiaban dunia yang baru hanya inisiatif pribadi yang tidak bisa berkontribusi secara signifikan dalam perlindungan situs yang dipilih”, demikian apa yang pernah dinyatakan oleh UNESCO. 
Maka tidak salah kemudian, sebagian orang akan merasa asing dengan tujuh keajaiaban dunia yang baru nantinya, seperti apa yang dialami banyak orang pada tahun 2007 lalu. Dan berharap, semoga saja Pulau Komodo Indonesia terpilih bukan hanya karena banjiran SMS dan polling tapi karena benar-benar Pulau Komodo Indonesia menjadi aset yang dicintai, membumi, memasyarakat, mendunia, dan memberikan kontribusi untuk peradaban umat manusia tentunya.


ridwanarifin89@ymail.com
Komunitas Ilalang Indonesia
Inspiring Society